
Dalam dunia sepak bola yang penuh pemain generik dan main aman, ada satu nama dari Italia yang dari awal udah tampil beda: Federico Bernardeschi. Bukan cuma karena dia kidal dan punya teknik tinggi, tapi karena auranya emang beda. Lo bisa lihat dari cara dia dribble, selebrasi, sampai sikap di lapangan: flamboyan, percaya diri, dan nggak takut jadi sorotan.
Sayangnya, karier Bernardeschi bukanlah cerita indah yang terus naik ke puncak. Dari dijuluki “the next Baggio”, main buat Juventus, sampai akhirnya pindah ke MLS, Bernardeschi adalah contoh nyata bahwa hype kadang bisa jadi beban, tapi juga jadi bahan bakar.
Let’s bedah bareng perjalanan Federico Bernardeschi, dari Carrara ke Turin, sampai ke Toronto.
Awal Karier: Bocah Carrara yang Ambisius
Federico Bernardeschi lahir di Carrara, Italia, tanggal 16 Februari 1994. Lo tau apa yang unik dari Carrara? Kota ini dikenal bukan karena sepak bola, tapi karena tambang marmer. Tapi Fede kecil bukan anak tambang — dia anak bola. Dari umur 6 tahun, dia udah gabung akademi lokal sebelum akhirnya direkrut oleh Fiorentina.
Di akademi Fiorentina, Bernardeschi langsung mencuri perhatian. Kidal, punya dribble lincah, bisa main di kanan, kiri, bahkan kadang di tengah. Versatile banget. Banyak pelatih akademi yang bilang: “Anak ini beda.”
Dia sempat dipinjamkan ke klub Serie B, Crotone, buat cari pengalaman. Dan di sana, dia nggak cuma main — dia bersinar. Musim 2013/14, dia jadi salah satu pemain muda terbaik di Serie B. Setelah itu? Langsung dibawa balik ke Florence buat main bareng tim utama.
Fiorentina: Dari Wonderkid ke Pangeran Baru
Debutnya di Serie A bareng Fiorentina terjadi di 2014. Dan pelan-pelan, dia jadi pemain inti. Musim 2016/17 jadi titik balik: dia cetak 11 gol dan 4 assist di liga, dan langsung jadi sorotan nasional.
Gaya main Bernardeschi waktu itu flashy banget. Dribble-nya halus, sering cutting inside dari kanan ke tengah buat nge-shoot pakai kaki kiri. Lo bisa bilang dia mirip-mirip Riyad Mahrez, tapi versi Italia.
Fans Viola (julukan Fiorentina) sempat nganggap dia calon kapten masa depan. Tapi dunia sepak bola nggak selalu soal cinta dan kesetiaan.
Transfer ke Juventus: Ujian Mental dan Tekanan Maksimal
Di musim panas 2017, Juventus datengin Bernardeschi dengan harga sekitar €40 juta. Ini langkah besar. Dia pindah dari Fiorentina ke rival bebuyutan. Dan di Italia, itu hal yang sensitif banget.
Fans Fiorentina ngerasa dikhianati. Tapi Fede bilang, dia cuma ngejar ambisi. Dia pengen main di Liga Champions, pengen trofi. Fair sih, tapi langkah ini bikin dia langsung dapet tekanan gede di Turin.
Di Juventus, dia datang bareng nama-nama besar kayak Dybala, Mandzukic, Cuadrado, hingga Cristiano Ronaldo. Dan itu bikin dia harus adaptasi banget. Kadang main di kanan, kadang jadi wing-back, bahkan pernah dipasang gelandang.
Dan di sinilah masalah mulai muncul: dia kehilangan posisi alami dan identitas mainnya.
Juve Era Allegri: Solid Tapi Nggak Bersinar
Di bawah pelatih Massimiliano Allegri, Bernardeschi bukan pemain inti. Dia lebih sering jadi opsi rotasi. Tapi tetap dapet banyak menit — total main lebih dari 180 pertandingan dalam lima musim.
Masalahnya, dia nggak pernah “explode”. Talenta jelas ada, tapi output (gol + assist) cenderung rendah. Fans Juve mulai frustrasi. Banyak yang bilang: “Kok kayaknya dia stuck, ya?”
Padahal, dia selalu kerja keras. Beda sama pemain flashy yang malas turun bertahan, Bernardeschi sering disuruh jadi pemain serba bisa: pressing, track-back, isi celah. Tapi itu semua ngerusak sisi kreatif dia.
Satu momen paling dikenang? Musim 2020/21 waktu Juve lawan Atalanta, Bernardeschi main jadi wing-back kiri dan tampil luar biasa. Tapi itu juga jadi ironi — makin bagus dia main, makin jauh dia dari posisi aslinya sebagai winger kreatif.
Timnas Italia: Redemption di EURO 2020
Di level timnas, Bernardeschi nggak pernah konsisten di starting XI. Tapi pelatih Roberto Mancini tetap bawa dia ke EURO 2020 karena percaya pada satu hal: dia pemain yang bisa kasih momen besar di saat penting.
Dan bener aja, meski jarang main full, Bernardeschi jadi penentu di babak adu penalti. Dia jadi eksekutor di semifinal lawan Spanyol dan final lawan Inggris — dan dua-duanya sukses. Dia tampil calm, confident, dan clutch.
Fans mulai inget lagi: “Oh iya, dia masih punya mental juara.”
Akhir di Juventus dan Pindah ke MLS
Setelah kontraknya habis di 2022, Juventus nggak perpanjang Bernardeschi. Banyak klub Serie A minat, tapi dia bikin keputusan mengejutkan: gabung Toronto FC di MLS.
Bareng Lorenzo Insigne dan Domenico Criscito, dia jadi bagian “geng Italia” di Toronto. Debutnya? Langsung cetak gol dan assist. Awalnya kayak cerita happy ending: pemain Eropa yang kesulitan di liga top, terus dapet restart di liga baru.
Tapi sayangnya, performa Toronto FC juga naik-turun. Musim berikutnya nggak semulus awal. Bernardeschi sempat ribut halus dengan pelatih, performanya angin-anginan, dan tim gagal lolos ke play-off.
Gaya Main: Kidal Kreatif, Tapi Butuh Kebebasan
Secara teknis, Bernardeschi itu pemain kidal yang punya kontrol bola halus, dribble lincah, dan tembakan kaki kiri yang akurat. Dia cocok main sebagai inverted winger di kanan, atau bahkan sebagai false 10 di belakang striker.
Tapi masalahnya, dia butuh sistem yang kasih dia ruang berekspresi. Di Juventus, dia terlalu sering disuruh main bertahan. Di Toronto, kadang terlalu bebas tanpa struktur. Dan di dua tempat itu, dia jadi kehilangan balance.
Dia bukan pemain yang cocok buat sistem rigid. Dia butuh ruang buat “bernafas” di lapangan.
Masih Ada Harapan? Hell Yes.
Bernardeschi sekarang baru 30 tahun. Dan banyak fans yang percaya, dia masih bisa comeback ke liga top Eropa. Rumor soal kembalinya ke Serie A sempat muncul — Lazio, Napoli, bahkan Fiorentina.
Dan kalau dia bisa nemuin pelatih yang paham gimana cara maksimalkan kreativitas dia, bukan gak mungkin kita lihat Bernardeschi versi 2.0 — lebih dewasa, lebih sabar, tapi tetap punya daya ledak.
Penutup: Antara Tekanan, Ekspektasi, dan Gairah Bermain
Federico Bernardeschi bukanlah pemain gagal. Dia cuma korban dari ekspektasi berlebihan dan peran yang terlalu banyak berubah. Tapi di balik itu semua, dia tetap konsisten kerja keras, tetap profesional, dan tetap cinta sepak bola.
Dan di dunia sepak bola modern yang penuh pemain template, Bernardeschi adalah satu dari sedikit yang punya gaya sendiri. Love him or hate him, lo harus akui: dia beda.